Jumat, 26 Mei 2017

PURA ULUN DANU-BRATAN

BAB I
PENDAHULUAN
Bedugul adalah kawasan dataran tinggi di sisi paling utara dari Kabupaten Tabanan yang menjadi pusat pariwisata Bali. Daerah ini dikenal memiliki udara yang sejuk, areal persawahan berundak, serta tiga danau besar; yaitu Beratan, Buyan, dan Tamblingan. Masing-masing danau ini berperan vital bagi kehidupan masyarakat sehingga memiliki posisi penting secara spiritual sesuai ajaran Hindu yang dianut masyarakat Bali. Karena itulah, di masing-masing danau ini, berdiri pura khusus yang disebut Pura Ulun Danu. Salah satu di antara tiga pura yang dianggap memiliki arti paling penting serta sejarah panjang adalah Pura Ulun Danu Beratan.
Salah satu Pura Kahyangan Jagat yang penting keberadaannya di Bali, terutama bagi kesejahteraan dan kemakmuran ialah Pura Ulun danu Beratan. Secara adminstratif, pura ini terletak di Desa Candikuning, Kecamatan Baturitu, Kabupaten Tabanan. Sepanjang sejarah masyarakat Bali, pura ini memiliki kedudukan penting bagi masyarakat Hindu dan keberadaan subak yang ada idi beberapa Kabupaten di Bali. Oleh karena perjalanan sejarah yang cukup panjang, maka masalah yang timbul menjadi masalah multidimensional. Hal terpenting adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap keberadaan Pura Ulun Danu Beratan yang mengandung nilai-nilai keagamaan. Kurangnya pemahaman ini mungkin disebabkan oleh usia pura ini cukup tua, yang telah melewati berbagai rangkaian generasi, sehingga nilai-nilai yang terwariskan dari pura ini mengalami berbagai rintangan atau telah diubah oleh situasi dan berbagai macam kepentingan. Oleh karena itu terjadi berbagai penysutan informasi  mengenai keberadaan Pura Kahyangan Jagat. Oleh karena itu, berdampak kurang paham dan mengertinya masyarakat yang mewarisi pura ini terutama umat Hindu di Bali Zuhro (2009:202) menyatakan “ketiadan pemahaman sejarah menjadi titik lemah dalam memahami sebuah masyarakat yang masih memiliki keterkaitan yang sangat kuat terhadap adat istiadat dan agama”. Dengan mengenal sejarah manusia bisa bercermin terhadap masa lalu, begitu pula dengan sejarah manusia dapat menatap masa depannya.
Munculnya permasalahan ini juga tidak bisa ditampik karena arus globalisasi dan modernisasi telah memporakporandakan tatanan nilai kearifan lokal yang tersimpan di Pura Ulun danu Beratan. Oleh karena itu masalah-masalah ini peru dicarikan solusina. Salah satu solusinya adalah menggali kembali untaian-untaian sejarah yang telah lama terpendam oleh berbagai keadaan dan kondisi yang dialami Pura Ulun danu Beratan dan masyarakatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. SEJARAH PURA ULUN DANU DI DANAU BERATAN BEDUGUL

  1. Prasejarah Pura Ulun Danu Beratan
Di sekitar danau Beratan kemungkinan dahulu telah terdapat komunitas masyarakat prasejarah. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan masyarakat prasejarah menempati tepi dnau, sungai dan pantai. Pemilihan lokasi demikian semata-mata untuk mempermudah kehidupannya terutama memperoleh makanan. Bukti-bukti kebudayaan mereka yang kita dapat terima sampai bebaturan ‘tahta batu’ menandakan daerah ini dahulu memperoleh pengaruh dari budaya megalitik. Setidaknya tinggalan ini sebagai perwakilan dari kebudayaan jaman prasejarah atau jaman batu yang ada di daerah ini.[1]
Menurut penuturan beberapa informan, sebuah tahta batu yang ada di Palebahan Penataran Agung Ulun Danu Beratan, dahulu tidak terletak di tempatnya saat ini, tetapi terletak di samping kiri depan dari bangunan meru tumpang 7. Tinggalan ini telah membuktikan di Pura ini dan sekitarnya pada jaman dahulu pernah berkembang kebudayaan Prasejarah (megalitikum) dan diterima sampai sekarang (prasejarah) berlanjut) dan tetap berfungsi sebagai tempat pemujaan (living monument). Sisa-sisa batu ini yang ditata ulang kembali sekarang difungsikan sebagai tempat penuwuran Ida Bhatara sebelum upacara ngabejiang (salah satu rangkaian Piodalan) dan simbolisasi tempat ngaluhurang Ida Bhatara pada saat penyinehan ‘akhir upacara piodalan’. Di samping itu terdapat beberapa batu megalitik yang terdapat di tepi danau, tepatnya di jaba Pura dalem Purwa.
  1. Sejarah Pura Ulun Danu
Secara harfiah, “pura ulun danu” berarti di pura diatas danau dan dapat dijabarkan sebagai pura yang didirikan sebagai tempat pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi Wasa dan dewa-dewa pemelihara suatu danau.[2]
Asal nama Bedugul dari kata “bedug” dan “kul-kul”, dua kata tersebut merupakan dua buah alat yang menghasilkan bunyi-bunyian. Bedug merupakan alat musik khas umat muslim dan diletakkan juga di masjid-masjid, sedangkan Kul-kul adalah kentongan yang digunakan sebagai tanda untuk komunikasi masyarakat Bali. Di kawasan ini ada sebuah masjid berdiri di pinggir jalan, perpaduan dua kata dari dua budaya berbeda ini, merupakan akuluturasi budaya yang sudah terjaga baik di Bali. Ada versi lain juga yang muncul asal dari kata Bedugul tersebut muncul ketika ada seorang raja mandi di danau Beratan, kemudian dilihat oleh warga sekitar dan mengatakan “bedogol raja kelihatan” sehingga kata bedogol tersebut sekarang menjadi Bedugul.[3]
Menyimak sejarah dari pura Ulun Danu tersebut, sekilas tersirat dalam lontar Babad Mengwi yang menguraikan, Saat raja Mengwi yaitu I Gusti Agung Putu mengalami kekalahan dalam perang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng. Dalam kekalahannya I Gusti Agung melakukan tapa semadi di puncak Gunung Mangu untuk memohon pencerahan dan kesaktian, setelah berkat tersebut didapatkan beliau bangkit dan mendirikan istana Belayu (bela ayu) dan kembali berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng, dan berhasil dengan kemenangan, setelah kemenangan tersebut raja mendirikan pura di tepi danau Beratan dan sekarang bernama pura Ulun Danu.[4]
Raja Mengwi yaitu I Gusti Agung Putu yang merupakan pendiri kerajaan Mengwi yang juga memiliki kaitan erat dengan Pura Taman Ayun di Mengwi juga mendirikan pura di pinggir danau Beratan. Raja mendirikan Pura Ulun Danu Beratan sebelum mendirikan pura Taman Ayun, tidak ada angka tahun yang jelas kapan berdirinya pura tersebut. Namun dalam Lontar Babad Mengwi tersebut disebutkan bahwa pura Taman Ayun dipelaspas pada Anggara Kliwon Medangsia tahun Saka Sad Bhuta Yaksa Dewaya tahun 1634 Masehi atau Isaka 1556.[5]
Berdasarkan tahun berdirinya pura Taman Ayun di Mengwi, maka dipastikan pura Ulun Danu di danau Beratan Bedugul tersebut didirikan sebelum tahun 1634 Masehi, sedangkan artefak yang ada di pura tersebut diperkirakan sudah ada 500 tahun sebelum masehi. Semenjak berdirinya pura tersebut kerajaan Mengwi menjadi termahsyur dan raja diberi gelar ” I Gusti Agung Sakti” oleh rakyatnya. Pura Ulun Danu Beratan ini diempon atau dipelihara oleh 4 desa satakan atau “gebug satak”, yang terdiri dari; Satakan Baturiti yang terdiri dari 6 bendesa adat, satakan Candi Kuning terdiri 5 bendesa adat, satakan Antapan mewilayahi 4 bendesa adat dan satakan Bangah terdiri dari 3 bendesa adat.
Kawasan Pura Ulun Danu di danau Beratan Bedugul tersebut memiliki 5 buah komplek pura dan satu stupa Budha, ini menandakan saat berdirinya pura Ulun Danu tersbut sudah terjadi akulturasi budaya Hindu dengan Budha yang merupakan keselarasan dan harmoni antar umat beragama. Lima komplek pura tersebut diantaranya adalah; pura Penataran Agung  menjadi tempat pemujaan Tri Purusha Siwa yaitu Dewa Siwa, Sadha Siwa dan Parama Siwa, Pura Dalem Purwa sebagai stana Bhatari Durga dan Dewa Ludra, Pura Taman Beji sebagai tujuan upacara melasti dan memohon Tirta amertha, Pura Lingga Petak yang terletak di tengah danau sebagai sumber utama air dan kesuburan sebagai stana Dewi Sri dan Pura Prajapati sebagai stana Dewi durga.[6]

  1. LOKASI DAN LETAK GEOGRAFIS PURA ULUN DANU
Pura Ulun Danu Beratan secara administrative terletak di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, kabupaten Daerah Tingkat II Tabanan. Pura ini sangat mudah dijangkau dari jalan raya. Dpat dilalui berbagai jenis kendaraan bermotor. Pura ini terletak di sebelah Timur jalan raya yang menghubungkan jurusan Denpasar – Singaraja. Dari Denpasar jalur yang dapat ditempuh melalui terminal Ubung terus ke Utara, sampai di mengWi Tani (Badung) berbelok ke kanan dan lurus ke Utara menuju jurusan Singaraja.[7]
Letak Geografis
Keindahan dan bentangan alam yang unik telah iktu melatar belakangi terbentuknya imajinasi para Rsi dahulu untuk mendirikan pura ini dengan strukturnya yang khas. Pura ini berdiri megah dalam cekungan terkungkung kaldera gunung Beratan Purba, dengan dikelilingi panorama gunung Pengelengan, bukit Puwun, bukit Tapak dan bukit-bukit yang lebih kecil. Kawasan ini termasuk daerah dataran tinggi berhawa sejuk. Secara geografis Pura ini terletai di tengah-tengah pulai Bali dan dikelilingi oleh perbukitan. Adapun batas-batas dari Pura Ulun Danu Beratan adalah:
  • Bagian utara adalah Desa Pakraman candikuning dan Hotel enjung Beji
  • Bagian Timur adalah danau Beratan dan Gunung Penglengan.
  • Bagian Selatan adalah tegalan dan danau
  • Bagian Barat adalah Kampung Muslim Candi Kuning II
Letak sebuah Pura di tepi danau , boleh jadi menginpirasikan para pendahulu untuk mendirikan Pura di tempat yang memiliki aura spirit yang tinggi ini.[8]
Klimatologi
Kawasan Bedugul dan Pura Ulun Danu Beratan secara khusus terletak di daerah yang beriklim tropis, dengan tipe iklim AW (tipe hujan tropis bermusim). Hal ini dicirikan dengan suhu dan kelembaban tinggi serta hujan yang bermusim. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai bulan Maret, dan musim kemarau pada bulan Mei sampai dengan bulan September yang diperngaruhi oleh sirkulasi angin secara umum, yaitu angin Barat Laut dan Tenggara. Daerah Bedugul termasuk daerah basah dengan tipe iklim A, dimana hampir seluruh bulan termasuk bulan basah (bulan basah curah hujan > 100 mm dan bulan kering curah hujan < 60 mm)
Rata-rata suhu maksimum di kawasan ini adalah 22,4OC dengan suhu minimum 16,4OC dan suhu rata-rata sebesar 19,5OC. Bulan-bulan dengan suhu minimum terendah pada bulan Juli, Agustus dan September dengan 14,2OC - 14,5OC. suhu maksimal tertinggi pada bulan Februari Mei dan Oktober sebesar 23,0OC - 23,4OC. suhu rata-rata pagi hari (pukul 07.00) yaitu 16,5OC, siang hari sekitar 13.00 naik menjadi 21.3OC dan sore hari pukul 16.0 sebesar 19,0OC. Dan pla udara makro di kawasan Bedugul dapat diamati bahwa pada pagi hari kenaikan suhu terjadi agak cepat dan sore hari penurunan suhu lambat. Rata-rata kelembaban udaha secera makro di kawasan ini cukup tinggi yaitu sebesar 91,98 % dengan selang RH 89,96 % - 93,98 %. RH tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 93,38 % dan terndah pada bulan desember sebesar 89,96 %. Rata-rata RH pada pagi hari 83,35 % dan sore sebesar 93,83 %.
  1. FUNGSI PURA ULUN DANU
  • Sebagai tempat  pemujaan kepada Sang Hyang Widhi dalam prabawanya sebagai Dewa Kemakmuran
  • Sebagai tempat pemujaan dewi yang bersemayam di Danau Beratan, yaitu Dewi Laksmi – yang merupakan dewi kesuburan dan keindahan.
  • Keberadaan Danau Beratan sebagai sumber air bagi irigasi pertanian untuk areal sekitar membuatnya menyandang status Pura Kahyangan Jagat, yaitu pura umum tempat persembahyangan umat Hindu dari lintas daerah, golongan, dan profesi.
  • Fungsi Pura Ulun Danu sebagai tempat pemujaan diwujudkan dengan keberadaan beberapa bangunan pemujaan/pelinggih. Di antara pelinggih tersebut, terdapat dua bangunan – yaitu Palebahan Pura Tengahing Segara dan Palebahan Palinggih Lingga Petak/Ulun Danu yang posisinya menjorok ke tengah danau. Posisi yang unik dari kedua bangunan suci ini jarang ditemui di pura ulun danu yang didirikan di danau-danau lainnya di Bali. Hal ini membuat kedua bangunan suci di tengah Danau Beratan ini tidak saja memiliki nilai secara spiritual tetapi juga nilai keindahan yang tinggi.
  • Selain berfungsi sebagai tempat peribadatan bagi umat Hindu dari banyak daerah di sekitarnya, Pura Ulun Danu Beratan memang telah menjadi pusat daya tarik bagi pariwisata di Bedugul. Daya tarik utama dari kompleks pura ini tak lain adalah Pelinggih Telengin Segara yang berwujud meru bertumpang 11 dan Pelinggih Lingga Ulun Danu yang berwujud meru bertumpang tiga. Posisi serta latar panorama alam yang mengelilingi kedua bangunan suci ini membuatnya memiliki nilai estetika tinggi untuk diabadikan. Hal inilah yang mendorong pemerintah setempat untuk mengabadikan daya tarik wisata Bedugul ini dalam uang pecahan lima puluh ribu rupiah.[9]
  1. KEGIATAN-KEGIATAN KEAGAMAAN PURA
Upacara atau aci yang dilaksanakan di Pura Ulun Danu Beratan memiliki tujuan untuk memohon kerahayuan jagat ‘keselamatan dunia’ dan segala isinya. Aci-aci tersebut antara lain: Aci Piodalan, Aci Pakelem, Aci Nangluk Merana, Ngaturan Suinih dan Panca Balikrama (Juli 2011).
  1. Aci PodaIan Pura ulun danu Beratan
Upacara Piodalan Ida Bhatara di Pura Ulun Danu Beratan ditetapkan setiap 210 hari sekali, yaitu pada hari Selasa (Anggara) Kliwon Wuku Julungwangi. Dalam pelaksanaannya digolongkan menjadi dua golongan, yaitu dalam satu tahun ada piodalan alit sekali dan odalan ageng. Pada saat piodalan alit hanya berlangsung sehari saja dan Pralingga Ida Bhatara seperti Daksina Palinggih, Ampilan tidak ada dan pajenegan Ida Bhatara tidak dikeluarkan (katedunang). Sedangkan untuk Piodalan Ageng berlangsung selama tiga hari.
  1. Aci Pakelem Di Segara Danu.
Upacara yang rutin ini dilaksanakan oleh Pangempon Pura yang terkait dengan Aci Piodalan besar yang jatuh pada hari Selasa (Anggara) Kasih Julungwangi dan Krama Subak Tabanan, Badung dan Kodya Denpasar pada hari Purnamaning Kapitu. Tujuan dari Krama Subak ini adalah untuk memohon kesuburan dan hasil panen yang melimpah kehadapan Bhatari Danu atau Bhatari Laksmi yang berstana di Pura ini.
Pelaksanaannya dilakukan dengan ritual pakelem alit dan beberapa waktu juga diadakan pakelem ageng. Pakelem alit biasanya mempergunakan sarana berupa binatang seperti ayam dan itik serta padi dilengkapi dengan upakara-nya sedangkan untuk pakelem ageng dilakukan dengan menenggelamkan beberapa jenis binatang seperti kerbau, godel (anak sapi), penyu, ayam, itik, angsa dan sebagainya dan dikondisikan menurut tingkatan dari pakelem. Di jaba penataran agung disertakan juga upakara Tawur.
Upacara pakelem merupakan wujud nyata dari ajaran agama Hindu yang sangat menghargai hubungan yang harmonis dengan Iingkungan (Palemahan) yang dijabarkan dalam ajaran Danu Krtih (menjaga keharmonisan sumber air seperti yang ada di danau) yang merupakan bagian dan Sad Krtih (enam macam untuk memperoleh keharmonisan, perdamaian, ketentraman dan sebagainya). Kelestarian danau bukan hanya dilakukan dengan ritual pekelem, tapi dilandasi pula kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan dengan tidak mengotori danau dengan Iimbah-limbah berbahaya, sampah dan sebagainya. Dengan diadakannya pakelem secara tidak langsung memberikan suatu pendidikan bagi generasi muda bahwa begitu pentingnya sebuah danau yang merupakan sumber air yang besar bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup yang lain.
  1. Nangluk Merana
Secara umum upacara ini dilakukan apabila tanaman padi terkena hama penyakit dan upacara ini juga disebut dengan Neduh. Akan tetapi pelaksanaan yang dilakukan oleh subak yang ada di Badung, Tabanan, dan Denpasar melakukannya setiap tahun di Pura Ulun Danu Beratan, dilakukan pada hari Purnamaning Kapitu (purnama yang ke tujuh berdasarkan tahun Saka) dan juga berbarengan dengan upacara ngaturang suinih dan mapag toya ‘menjemput air’. Nangluk merana merupakan salah satu wujud cara-cara tradisional masyarakat Bali untuk menaggulangi hama penyakit pada tanaman dan juga menggunakan pembrantas hama-hama secara modern, seperti insektisida (Sirtha, 2008).
  1. Ngaturang Suwinih
Adapun ritual ini dilakukan oleh krama subak yang telah disebutkan diatas, dimana mereka membawa bebrapa karung padi yang dipersembahkan untuk mewujudkan rasa terimakasih kehadapan Ida Bhatara yang berstana di Pura ini. Diharapkan pula, panen berikutnya berhasil dan mampu memberikan kesejahteraan. Suwinih merupakan pajak yang dikenakan kepada seluruh krama subak atas pemakaian air irigasi (Nordholt, 2006). Dahulu “pajak tersebut dipungut oleh raja akan tetapi tidak dimaksudkan untuk keperluan sendiri.
Pusat kerajaan menggunakan Suwinih untuk membiaya upacara-upacara periodik yang diselenggarakan di pura-pura persawahan yang ada di daerah tersebut” (Nordholt, 2006: 171). Hal tersebut di atas memang sama dengan kenyataannya yang ada di Pura Ulun Danu Beratan bahwa Suwinih yang berupa padi ini disimpan di lumbung/jineng Pura yang berada di areal Perantenan Suci ‘dapur pura’. Apabila ada upacara, Suwinih ini akan diambil untuk keperluan upacara.
  1. Tawur Agung Panca Balikrama
Pada bulan Juni 2011 di Pura Beratan akan diadakan rangkaiyan upacara Panca Balikrama yang cukup besar. Puncak acaranya bertepatan pada Wraspati Kliwon Warigadian (16 Juni 2011). Panca Balikrama merupakan sebuah yadnya yang tergolong bhuta yadnya. Ritul ini ditujukan kepada para bhuta atau kekuatan-kekuatan lima unsur alam (Panca Mahabhuta) yang menyusun Bhuana Agung ‘makrokosmos’ dan Bhuana Alit ’mikrokosmos’, yakni:
    • Prthiwi = zat padat: zat penyusun tanah, batu, tulang belulang.
    • Apah = zat cair: zat penyususun air, minyak bumi, darah.
    • Teja = cahaya,sinar,
    • Bayu = udara, angin, napas.
    • Akasa = eter, ruang.
Di Bali secara umum Panca Balikrama diadakan di bencingah agung Pura Besakih (10 tahun sekali). Namun upacara ini juga dapat dilaksanakan kecuali di pura Besakih berdasarkan keperluan tertentu. Maka dari pada itu ada beberapa jenis Panca Balikrama yaitu:
  1. Panca Balikrama yang diadakan pada saat tahun saka berakhir dengan angka 0, misalnya: tahun ……1910 S……. 1920 S…… Jenis ini yang rutin diadakan di Bencigah Pura Agung Besakih.
  2. Panca Balikrama Panregteg tidak terikat dengan rah windu atau akhir 0 tahun Saka, jika yadnya ini sudah lama tidak dilaksanakan pada tempat yang seharusnya rutin melakukan yadnya ini, seperti yang pernah terjadi di Pura Agung Besakih.
  3. Panca Balikrama yang diadakan di luar Pura Agung Besakih, misalnya di pusat kerajaan atau pusat pemerintahan dan di Pura Kahyangan Jagat bila sangat diperlukan.
  4. Panca Balikrama yang diadakan di danau, seperti halnya di Ulun Danu Batur, yang berhubungan dengan Karya Agung Eka Dasa Ludra di Besakih.
Oleh kerena itu Panca Balikrama yang diadakan di Pura Penataran Ulun Danu Beratan merupakan Panca Balikrama yang diadakan di luar Pura Agung Besakih dan boleh diadakan di danau Di dalam lontar “Purana Bhuana Bangsul” dinyatakan bahwa: Catur Danu (Batur, Beratan, Buyan dan Tamblingan) merupakan hulu atau pusat kehidupan masyarakat Bali. Dengan demikian, wajarlah jika melakukan upacara yang berhubungan dengan jagat. Kerena upacara Panca Balikrama bertujuan untuk memohon kerahayuan jagat ‘kesejahteran dunia.[10]
Upacara keagamaan terbesar dilakukan saat odalan atau pujawali yang bertepatan pada hari Selasa (anggara) Kliwon wuku Julungwangi setiap 6 bula sekali (210 sekali) dalam kalender Bali.
Namun demikian pada hari-hari tertentu seperti purnama, tilem dan hari raya besar Hindu lainnya, banyak warga Hindu yang datang melakukan acara persembahyangan bersama, termasuk juga menjadi tujuan upacara Melasti dan Ngegara Gunung dalam rangkaian Ngaben.
Pura Ulun Danu Beratan di Bedugul ini juga menjadi salah satu objek wisata paling populer di Bali, terletak di Desa Candi Kuning, Kec. Baturuti, Kabupaten Tabanan. Selain sebagai wisata sejarah, bisa menikmati wisata alam dan juga wisata air danau.[11]
  1. STRUKTUR MASYARAKAT PURA
  1. Pengempon Pura , terdiri atas masing-masing banjar pekraman:
  • Pesatak Bangah
  • Pesatak Antapan
  • Pesatak Baturiti
  • Pesatak Candikuning
  1. Penyiwi Bhakti,
  2. Penanggug Jawab.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pura Ulun Danu Bratan atau Bratan Pura merupakan sebuah candi air besar di BaliIndonesia - candi utama air lainnya menjadi Pura Ulun Danu Batur. Kompleks candi ini terletak di tepi barat laut Danau Bratan di pegunungan dekat Bedugul. candi air memenuhi seluruh wilayah di daerah aliran; di tepi hilir ada banyak candi kecil air yang spesifik untuk setiap asosiasi irigasi (subak).
Candi ini sebenarnya digunakan untuk upacara persembahan untuk dewi Dewi Danu, dewi air, danau dan sungai. Danau Bratan merupakan salah satu danau penting dalam hal irigasi.
Kompleks ini dibangun pada tahun 1633 yang tersebar di beberapa pulau. Meru, dengan sebelas atap didedikasikan untuk Siwa dan istrinya ParwatiBuddha pun juga memiliki tempat dalam kuil dewa Hindu tersebut. Danau Bratan dikenal sebagai danau "gunung suci", kawasan ini sangat subur, terletak pada ketinggian 1.200 meter, dan beriklim sangat dingin.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

VIDEO PERSAHABATAN

JUDUL         : Video Foto Kegiatan di Pura KARYA         : Ikhwatun Muamalah EDITOR       : Ahmad Nasichin Hudori DURASI       : ...