BAB I
PENDAHULUAN
Pura Muncak Sari tertelak tepat di kaki gunung Batukaru, tepatnya di Banjar Anyar, Desa Sangketan, Kecamatan Penebel. Suasana alamnya begitu pingit, konon banyak orang yang percaya bahwa pura ini bisa mempertemukan pasangan, makanya Pura Muncak Sari sering di sebut Pura jodoh oleh pemedeknya. Bertepatan dengan Pujawali pura, Buda Umanis, (29/12) lalu, pura dipadati pamedek yang datang dari berbagai daerah untuk menghaturkan sembah.
Pura yang mempunyai luas 5 ha ini dikelilingi oleh hutan belantara. Berdasarkan cerita secara turun temurun, Pura Mucak Sari konon ditemukan oleh Pan Rumrum pada jaman enteg Bali, yaitu di saat jaman kerajaan Tabanan masih berjaya dan belum ada penjajahan.
Pada awalnya Pan Rumrum yang berasal dari Desa Puluk-Puluk, Penebel, Tabanan, bersama anak dan tetangganya mencari rotan di hutan untuk membangun rumah. Setelah mendapatkan rotan, tiba-tiba ada hujan lebat disertai angin dan kabut tebal, beliau beserta anak dan tetangganya tidak mengetahui jalan pulang karena diselimuti oleh kabut. Akhirnya Pan Rumrum memohon maaf karena tidak minta ijin mengambil rotan dan berjanji akan menghaturkan banten dan menjaga pelinggih bebaturan (berupa batu) yang ada disana, jika dia selamat kembali ke rumah, tidak lama setelah itu hujan, angin dan kabut hilang dan beliaupun bisa kembali pulang.
Untuk lebih jelasnya mengenai Pura Munca Sari ini, akan kami paparkan di pembahasan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
PURA LUHUR MUNCAK SARI - TABANAN
Pura Pucaksari terletak di Desa peninjoan yang beriklim sejuk karena letaknya berada di ketinggian. Dari pura ini terlihat pemandangan khas Bali yakni Pantai Selatan Bali sejauh mata memandang. Ketika fajar keluar dari peraduannya, maka akan terlihat matahari terbit dari balik Gunung Agung yang dipercayai memiliki daya magis. Dari puncak bukit lihatlah betapa halaman rumah desa yang terpencar di lembah dan bukit melengkapi alam sekelilingnya, seolah-olah merupakan bagian dari semua ini.[1]
Memancarkan Air Empat Warna
Pura Pucaksari seringkali dikunjungi oleh tokoh-tokoh supranatural untuk melakukan semedhi atau memohon kedigdayaan. Sementara oleh masyarakat sekitar pura ini dianggap sebagai kahyangan untuk memohon segala keberkahan dan kesejahteraan, meminta hasil panen yang baik, dan yang terpenting dan unik dikenal untuk melukat dengan empat mata air panas suci, yakni Toya Emas, Selaka, Tembaga, dan Besi.[2]
Pura Pucaksari diyakini begitu kuat aura magisnya karena keberadaanya yang jauh dari keramaian, berada di tanah tegal yang tinggi dan rimbun seperti alas, dipagari oleh pepohonan besar dan dikelilingi pesawahan khas Bali. Jika melihat dari malam hari maka seluruh daratan selatan Bali akan terlihat dari pura ini dimana lampu yang berkelip, desiran angin, suara binatang malam yang membuat suasana pura semakin angker.[3]
Setelah ditelusuri ternyata Pura Luhur ini diempon oleh keturunan Pasek Kayu Selem. Menurut Pan Indra yang merupakan pemangku pura menuturkan kisah keberadaan Pura Luhur Pucak Taman Sari, dimulai dari leluhurnya yang sejak kecil mengabdi kepada Raja Tabanan, sebagai parekan sayang raja, kemudian setelah dewasa mohon pamit sebagai abdi akan kembali ke kampungnya mencari jodoh. Karena sudah sekian lama menjadi abdi yang setia, kemudian raja mengumpulkan para selirnya, Ki Pasek dipersilahkan memilih salah satu selir raja. Dengan rasa canggung Ki Pasek memilh salah satu selir, ternyata selir tersebut sedang hamil.
Suara Genta yang Ghaib
Saking angkernya di pura ini seringkali terjadi hal-hal yang unik dan menyeramkan. Sekitar tahun 1960-an saat terjadinya pergolakan partai, waktu Sesuhunan Pura Luhur Pucak Sari Bugbugan lunga ke Beji, setelah selesai upacara di Ratu Nyoman Alit, umat bermaksud sesuhunan tidak dimampirkan ke Pura Luhur Pucak Taman Sari. Para pengiring pembawa Bandrang, Payung Pagut, Rontek, pemangku, pengiring sudah berada di jalan besar (jaraknya kurang lebih 500 m), setelah berbaris di jalan besar, baru disadari ternyata ampilan sesuhunan tidak ada.[4]
Lokasi
Pura Luhur Pucak Taman Sari yang memiliki aura magis yang sangat kental tepatnya berada di wilayah Banjar Anyar, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Tabanan.
CERITA RAKYAT
Pura yang mempunyai luas 5 ha ini dikelilingi oleh hutan belantara, Pura Mucak Sari ditemukan oleh Pan Rumrum pada jaman enteg Bali, yaitu disaat jaman kerajaan Tabanan masih berjaya dan belum ada penjajahan. ” Memang tanggal pastinya tidak ada yang tau, ” tutur Made Sukarya, salah satu pemangku di Pura Muncak Sari.
Made Sukarya yang juga menantu Mangku Gede Muncak Sari, menuturkan bahwa pada awalnya Pan Rumrum yang berasal dari Desa Puluk-Puluk, Penebel, Tabanan, bersama anak dan tetangganya mencari rotan di hutan untuk membangun rumah. Setelah mendapatkan rotan, tiba-tiba ada hujan lebat disertai angin dan kabut tebal, beliau beserta anak dan tetangganya tidak mengetahui jalan pulang karena diselimuti oleh kabut. Akhirnya Pan Rumrum memohon maaf karena tidak minta ijin mengambil rotan dan berjanji akan menghaturkan banten dan menjaga pelinggih bebaturan (berupa batu) yang ada disana, jika dia selamat kembali ke rumah, tidak lama setelah itu hujan, angin dan kabut hilang dan beliaupun bisa kembali pulang.[5]
Karena sudah berjanji seperti itu, akhirnya Pan Rumrum setiap 6 bulan menghaturkan banten dipelinggih bebaturan itu yang sekarang menjadi Pura Muncak Sari, beliaupun menjadi juru sapuh di tempat itu. ”Sebelum nama Muncak Sari, saat dulu masih pelinggih bebaturan bernama Bedugul Gumi, karena dipercaya yang bersatana adalah Sedahan Agung, yang memberikan kehidupan disawah dan ladang. Namun suatu saat sewaktu Pam Rumrum sudah tidak kuat atau sudah tua, beliau diganti oleh cucunya bernama Pan Renduh, pada saat piodalan alit ada pewisik yang mengatakan bahwa pelinggih itu bernama Muncak Sari, ” tuturnya.
Semenjak itu mulai ada pembangunan untuk pura, pada rahina buda umanis medang sia, pengempon pura yang terdiri dari Desa Adat Puluk-Puluk, Desa Adat Tingkih Kerep, Desa Adat Kayu Puring dan Desa Adat Banjar Anyar melakukan pemelaspasan Pura Muncak sari.
”Dulu waktu jaman Pengukuran tanah tahun 1948, tukang ukur salah menulis nama di sana ditulis Puncak Sari, makanya dulu banyak orang yang keliru, padahal yang benar adalah Muncak Sari,”
Saat ditanya tentang anggapan masyarakat yang membilang pura jodoh, Mepica adalah simbol kemakmuran Tuhan dalam memberi anugrahnya, dalam proses mepica yang berlangsung menjelang matahri terbit, presayang dalam keadaan kelinggihan membagikan padi dan rambut sedana kepada seluruh pemedek. Sambil menunggu proses mepica, pemedek khususnya truna-truni menunggu di wanitilan pura, mungkin dari sinilah para truna-truni saling mengenal dan akhirnya mereka berjodoh.
”Mungkin berawal dari sanalah ungkapan pura jodoh lahir, dan banyak pemedek percaya akan hal ini, bahwa sembahyang di pura ini selain memohon perlindungan, banyak juga yang memohon untuk mendapatkan jodoh, dan saya percaya akan hal itu, karena sudah banyak yang terbukti, mereka ketemu disini, akhirnya berjodoh dan menikah ” kata Made Sukarya.
Selain jodoh, banyak juga pemedek yang momohon untuk kelancaran dalam berdagang, dan bertani, hal ini dikarenakan proses mepica adalah membagikan padi dan rambut sedana kepada pemedek, hal ini dipercaya untuk kesuburan dan hasil yang melimpah.
Made Sukarya berharap agar kedepannya pemerintah memperhatikan keberadaan pura khusunya akses jalan yang menuju pura, karena hal ini sangat berpengaruh untuk kelancaran pemedek yang akan tangkil ke Pura Muncak Sari.
Kabupaten Tabanan telah banyak yang tahu sebagai lumbung berasnya Bali, tidaklah mengherankan jika banyak tempat-tempat suci yang ada keterkaitan dengan mata pencaharian para petani ( sebagai Dewa Kemakmuran). Diantara tempat-tempat suci tersebut ada yang bernama “Pura Luhur Muncak Sari”, ada di Desa Sangketan, kecamatan Penebel kabupaten Tabanan. Berlokasi di atas suatu ketinggian dan kesakralannyapun masih kental. Pura Luhur Muncak Sari dipercaya menjadi sumber kemakmuran dan sumber kehidupan khususnya bagi masyarakat sekitarnya dan masyarakat Bali umumnnya, terutama bagi mereka para petani.[6]
Sumber tertulis yang mengisahkan tentang Pura Luhur Muncak sari memang tidak ada, kisah pura ini hanya menjadi ceritra turun temurun. Sesuai namanyany Muncak Sari, berasal dari dua suku kata, muncak yang berarti puncak dan sari artinya sumber kehidupan. Jika diartikan Muncak Sari berarti puncak sumber kehidupan.
Ditemukan sejak zaman kejayaan kerajaan Tabanan, namun tidak ada sumber tertulis (prasasti) yang menguatkannya. Awal ditemukan hanya merupakan tumpukan batu di ketinggian, di bawah pohon besar. Pelinggih batu itu bernama Bedugul Gumi tempat sthana Ida Bhatara Sedahan Agung, pemberi kemakmuran, kehidupan bagi warga melalui persawahan dan ladang. Piodalan di Pura Luhur Muncak Sari adalah saat Buda Umanis Medangsia. Pemangku di Pura Luhur Muncak Sari diwariskan secara turun temurun, yang menjadi pemangku pertama kali di pura ini adalah Pekak Rum-Rum.
Saat ini luas areal pura Luhur Muncak Sari adalah mencapai 5 hektar, yang membentang di lereng gunung Batukaru. Disungsung oleh 4 desa pakraman, masing-masing Puluk-puluk dan Tingkuh Kerep di Desa Tengkudak, dan Banjar Anyar serta Kayu Puring di Desa Sangketan. Kini telah ada belasan pelinggih yang di bangun di pura ini, diantaranya Pelinggih Tri Murti, Pesimpangan Rambut Sedana, Pesimpangan Sura Laya, Pesimpangan Jati Luwih, Pelinggih Hyang Batara Kriyenan, dan Beji Kahyangan. Ada juga beberapa mata air/ beji, di areal pura, seperti Beji Agung dan Beji Mayang Sari.—
PURA Luhur Muncak Sari di Desa Sangketan, Penebel, Tabanan, menjadi salah satu pura yang paling terkenal di kabupaten ini. Lokasinya di atas ketinggian, kesakralannya terasa masih kental. Dipercaya, pura ini menjadi sumber kemakmuran dan sumber kehidupan bagi masyarakat, khususnya petani. Tidak ada sumber tertulis yang mengisahkan sejarah Pura Luhur Muncak Sari.
Kisah pura ini hanya menjadi cerita turun-temurun. Berdasarkan namanya, Muncak Sari berasal dari dua suku kata, muncak yang berarti puncak dan sari artinya sumber kehidupan. Jika diartikan, Muncak Sari berarti puncak sumber kehidupan. Pura ini ditemukan sejak zaman kejayaan Kerajaan Tabanan. Namun, tidak ada prasasati yang menguatkannya. Hanya, tumpukan batu yang berada di ketinggian. ''Cerita Pura Luhur Muncak Sari hanya diwarisi turun-temurun dari leluhur kami. Namun, seluruhnya meyakini kisah itu ada,'' kata pemangku Pura Luhur Muncak Sari, Jro Mangku Made Sukarya, Sabtu (16/2) kemarin.
Diceritakan, sejarah penemuan pura ini berawal dari kegiatan warga di sekitar hutan yang suka mencari rotan. Kala itu, Pan Rum Rum, salah satu tokoh warga Dusun Puluk-uluk Desa Tengkudak, Penebel, berniat membangun rumah. Sesuai kebiasaan, warga mencari rotan untuk bahan tali pengikat kayu. Pan Rum Rum mengajak lima warga lain merambah hutan. Rombongan kecil ini bergerak ke utara. Tiba di hutan Desa Sangketan, mereka dengan mudah mendapatkan rotan atau penyalin. Keanehan muncul. Saat berniat pulang, hujan lebat disertai petir dan angin mendadak muncul. Kelima warga ini kebingungan dan bergegas pulang. Anehnya, mereka hanya berputar-putar di lokasi. Sadar sudah tersesat, Pan Rum Rum langsung duduk dan berdoa meminta maaf. Dia sadar sudah melakukan kesalahan mengambil rotan tanpa izin. Setelah meminta maaf dengan bahasa seadanya, hujan angin mereda. Ketika membuka mata, kelima warga ini melihat tumpukan batu yang tertata rapi di bawah pohon besar. Mereka langsung bersujud di tempat ini, lalu mengucapkan kaul. Isinya, warga akan datang lagi dengan membawa sesaji besar. [7]
Enam bulan kemudian, mereka bersama warga lain datang ke pelinggih ini untuk membayar kaul. Sesaji dihaturkan ke atas pelinggih. Sejurus kemudian, muncul suara gaib. Pelinggih batu itu ternyata bernama Bedugul Gumi, yang berstana Ida Batara Sedahan Agung, tugasnya memberikan kemakmuran kehidupan bagi warga melalui persawahan dan ladang. ''Pura ini menjadi amerta atau sumber kehidupan bagi persawahan,'' kata Jro Mangku Sukarya. Usai hatur sesaji, Pekak Rum Rum dinobatkan menjadi pemangku pertama di pelinggih ini.
Kala itu, bertepatan dengan Budha Umanis Medangsia. Waktu inilah yang dijadikan hari piodalan di pura ini setiap enam bulan sekali. Saat umat kembali menghaturkan sesaji, muncul lagi suara gaib. Isinya, pelinggih yang sudah disungsung warga dikenal dengan Muncak Sari atau pusatnya amrita kehidupan. Sejak itulah, pura ini dikenal dengan Pura Luhur Muncak Sari. Pemangku yang menyungsung dilanjutkan secara turun-temurun oleh keturunan Pan Rum Rum hingga sekarang. Kini, sudah memasuki generasi keenam.[8]
Luas Pura Luhur Muncak Sari mencapai 5 hektar yang membentang di lereng selatan Gunung Batu Karu. Ada empat desa pekraman yang me-nyungsung-nya, masing-masing Puluk-Puluk dan Tingkuh Kerep di Desa Tengkudak dan Banjar Anyar serta Kayu Puring di Desa Sangketan. Ada belasan pelinggih yang dibangun di pura ini. Di antaranya pelinggih Tri Murti, pesimpangan Rambut Sedana, pesimpangan Sura Laya, pesimpangan Jati Luwih, pelinggih Hyang Bethara Kriyenan dan beji kahyangan. Ada juga beberapa mata air atau beji suci di areal pura. Seperti beji Agung dan Beji Mayang Sari. Di sekitar pura terdapat pelinggih Sapu Jagat. Saat perang kemerdekaan, laskar Gusti Ngurah Rai yang terluka diobati di pura ini. Konon, ada air tiga rasa di pura ini. Bukti yang masih tersisa adalah hutan bambu. Diyakini, hutan bambu itu bekas senjata bambu runcing dan tiang asrama bagi pejuang.
Saat pujawali kata Jro Mangku Sukarya, krama Bali dari berbagai kabupaten selalu tangkil ke Pura Muncak Sari. Bahkan, setiap hari ada saja warga, terutama krama subak yang meminta tirta ke pura ini. Dipercaya, tirta dari Muncak Sari bisa memberikan kesuburan tanaman petani. Selain tempat persembahyangan, di sekitar pura seringkali digunakan kegiatan perkemahan. Lokasinya yang sejuk dan indah menjadi kawasan paling tepat untuk melakukan outbond.[9]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pura Luhur Pucak Taman Sari yang memiliki aura magis yang sangat kental tepatnya berada di wilayah Banjar Anyar, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Tabanan.
Pura Luhur Muncak Sari di Desa Sangketan, Penebel, Tabanan, menjadi salah satu pura yang paling terkenal di kabupaten ini. Lokasinya di atas ketinggian, kesakralannya terasa masih kental. Dipercaya, pura ini menjadi sumber kemakmuran dan sumber kehidupan bagi masyarakat, khususnya petani.
Masyarakat sekitar menganggap pura ini sebagai kahyangan untuk memohon segala keberkahan dan kesejahteraan, meminta hasil panen yang baik, dan yang terpenting dan unik dikenal untuk melukat dengan empat mata air panas suci, yakni Toya Emas, Selaka, Tembaga, dan Besi.
Pura ini ditemukan sejak zaman kejayaan Kerajaan Tabanan. Namun, tidak ada prasasati yang menguatkannya. Hanya, tumpukan batu yang berada di ketinggian. ''Cerita Pura Luhur Muncak Sari hanya diwarisi turun-temurun dari leluhur kami. Diceritakan, sejarah penemuan pura ini berawal dari kegiatan warga di sekitar hutan yang suka mencari rotan. Luas Pura Luhur Muncak Sari mencapai 5 hektar yang membentang di lereng selatan Gunung Batu Karu.
Pura Pucaksari diyakini begitu kuat aura magisnya karena keberadaanya yang jauh dari keramaian, berada di tanah tegal yang tinggi dan rimbun seperti alas, dipagari oleh pepohonan besar dan dikelilingi pesawahan khas Bali.
Pura muncak sari dipercaya, tirta dari Muncak Sari bisa memberikan kesuburan tanaman petani. Selain tempat persembahyangan, di sekitar pura seringkali digunakan kegiatan perkemahan. Lokasinya yang sejuk dan indah menjadi kawasan paling tepat untuk melakukan outbond.